Senin, 18 November 2013

Askep Kolitis Ulceratif (chron's desease)



ASKEP KOLITIS ULSERATIF dan ENTERITIS REGIONAL (CHRON’S DESEASE)
Co/ Juliardinsyah

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Colitis Ulceratif (Colitis ulcerosa, UC) adalah suatu bentuk penyakit radang usus, khususnya usus besar, yang meliputi karakteristik bisul atau luka terbuka di dalam usus. Gejala utama penyakit aktif biasanya konstan diare bercampur darah, dari onset gradual. Kolitis ulseratif biasanya diyakini memiliki sistemik etiologi yang mengarah ke banyak gejala di luar usus. Karena nama, IBD sering bingung dengan sindrom iritasi usus besar (IBS), yang merepotkan, tapi kurang serius, kondisi. Kolitis ulseratif memiliki kemiripan dengan penyakit Crohn, bentuk lain dari IBD. Kolitis ulseratif adalah penyakit hilang timbul, dengan gejala diperburuk periode, dan periode yang relatif gejala-bebas. Meskipun gejala kolitis ulserativa kadang-kadang dapat berkurang pada mereka sendiri, penyakit biasanya membutuhkan perawatan untuk masuk ke remisi.
Colitis ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun kolitis ulserativa tidak diketahui penyebabnya, diduga ada genetik kerentanan komponen. Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan. Meskipun modifikasi diet dapat mengurangi ketidaknyamanan seseorang dengan penyakit, kolitis ulserativa tidak diduga disebabkan oleh faktor-faktor diet. Meskipun kolitis ulserativa diperlakukan seolah-olah itu merupakan penyakit autoimun, tidak ada konsensus bahwa itu adalah seperti itu. Pengobatannya dengan obat anti-peradangan, kekebalan, dan terapi biologis penargetan komponen spesifik dari respon kekebalan. Colectomy (parsial atau total pengangkatan melalui pembedahan usus besar) yang kadang-kadang diperlukan, dan dianggap sebagai obat untuk penyakit.
B.      Tujuan
1.       Agar mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi, anatomi dan fisiologi, patofisiologi dan woc, tanda dan gejala, penatalaksanaan, manifestasi klinis, dan komplikasi pada colitis ulseratif.
2.       Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan asuhan keperawatan pada klien dengan colitis ulseratif :
a.       Mengkaji masalah klien dengan mengumpulkan data dan merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang diperoleh
b.      Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan prioritas masalah
c.       Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Kolitis Ulseratif adalah peyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum.(Keperawatan Medikal Bedah)
Kolitis Ulseratif merupakan penyakit peradangan pada kolon non spesifik yang umumny berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti- ganti. (Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Vol 1.)
Kolitis Ulseratif adalah inflamasi usus yang kronis dan hanya mengenai mukosa dan submukosa kolon. (Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. 2009)
Kolitis Ulseratif adalah merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasaan dari rektum. (Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. 1990.)
Kolitis Ulseratif mempengaruhi mukosa superficial kolon dan dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epithelium kolonik. Awitan puncak penyakit ini adalah antara usia 15 sampai 40 tahun, dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyak.
Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhinya usus menyempit, memendek, dan menebal akibat hiperatrofi muskuler dan deposit lemak.

B.      Etiologi
Beberapa faktor penyebab terjadinya Kolitis Ulseratif yaitu :
a.       Faktor genetik tampaknya berperan dalam etiologi karena terdapat hubungan familial yang jelas antara colitis ulseratif, enteritis regional dan spondilitis ankilosa.
b.      Lingkungan seperti pestisida, adiktif makanan, tembakau, dan radiasi.
c.       Imunologi. Penelitian menunjukkan abnormalitas dalam imunitas seluler dan humoral pada orang dengan gangguan ini.
d.      Mikobakterium.
e.      Alergi.
f.        Diet.
C.      Anatomi Fisiologi
Anatomi berasal dari bahasa latin yaitu, Ana: Bagian, memisahkan. Tomi (tomie): Iris, potong. Fisiologi berasal dari kata fisis (Physis): Alam atau cara kerja. Logos(logi): ilmu pengetahuan. Dari kata tersebut dapat disimpulkan pengertian Anatomi dan Fisiologi adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang susunan atau potongan tubuh dan bagaimana alat tubuh itu bekerja.
Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN
  1. Oris (rongga mulut)
  2. Faring (tekak/tenggorokan)
  3. Esofagus (kerongkongan)
  4. Gaster  (lambung)
  5. Intestinum minor
a.       Duodenum (usus 12 jari)
b.      Yeyenum
c.       Ileum
  1. Intestinum Mayor
a.       Seikum
b.      Kolon asendens
c.       Kolon transversum
d.      Kolon desendens
e.      Kolon sigmoid
  1. Rektum
  2. Anus.

Alat-alat Penghasil Getah Cerna:
  1. Kelenjar Ludah:
a.       Kelenjar (glandula) parotis
b.      Kelenjar submaksilaris
c.       Kelenjar sublingualis
  1. Hati
  2. Pankreas
  3. Kandung empedu
STRUKTUR PENCERNAAN
A.        Rongga Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi rongga mulut:
1)      Mengerjakan pencernaan pertama dengan  jalan mengunyah
2)      Untuk berbicara
3)      Bila perlu, digunakan untuk bernafas.
  1. Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara, disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah dalam diselimuti oleh selaput lendir (mukosa).
  1. Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu  mulai tumbuh pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½  tahun jumlahnya 20 buah dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah.
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong
Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan adalah papilla. Papilla ini merupakan bentukan dari saraf-saraf sensorik (penerima rangsang).
  1. Lidah
Fungsi Lidah:
a)      Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
b)      Mencampur makanan dengan ludah
c)       Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d)      Untuk berbicara
e)      Untuk mengecap manis, asin dan pahit
f)       Untuk merasakan dingin dan panas.
  1. Kelenjar ludah
a)      Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga diantara otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang disekresikan sebanyak 25-35 %.
b)      Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju lantai rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %
c)       Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70 %
B.        Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
C.        Esofagus
Esophagus adalah yang menghubungkan tekak dengan lambung, yg letaknya dibelakang trakea yg berukuran panjang ± 25 cm dan lebar 2 cm.
Fungsi dari esofagus adalah menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung dan tiap2 ujung esofagus dilindungi oleh suatu spinter yang berperan sebagai barier terhadap refleks isi lambung kedalam esophagus
D.        Gaster
Merupakan organ otot berongga yang besar yang letaknya di rongga perut atas sebelah kiri. Fungsi dari lambung:
a)      Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
b)      Getah cerna lambung yang dihasilkan :
  • Pepsi, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan peptone)
  • Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan dan membuat suasana asam pada pepsinogen menjadi pepsin.
  • Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dan dari karsinogen (karsinogen dan protein susu)
  • Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang marangsang sekresi getah lambung.
Fungsi asam lambung sebagai pembunuh kuman atau racun yang masuk bersama makanan serta untuk mengasamkan makanan agar mudah dicerna.
E.         Intestinum minor
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Usus halus terdiri dari tiga bagian
1)      Usus dua belas jari (duodenum),
2)      Usus kosong (jejunum), dan
3)      Usus penyerapan (ileum)
  1. Duodenum (20 cm)
Nama duodenum berasal dari bahasa latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke (jejunum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
  1. Jejenum (2,5 m)
Berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong". Menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus. Terjadi pencernaan secara kimiawi.

  1. Ileum (3,6 m)
 Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan menempati 3/5 bagian akhir usus halus.
Usus halus berfungsi menyerap sari-sari makanan.
F.         Intestimun mayor
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga penting untuk fungsi normal dari usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :
1)      Menyerap air dari makanan
2)      Tempat tinggal bakteri E.Coli
3)      Tempat feses
Usus besar terdiri dari :
a)      Seikum
b)      Kolon asendens
c)       Kolon transversum
d)      Kolon desendens
e)      Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
  1. Sekum
Sekum (bahasa latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya ± 6 cm
  1. Kolon Asendens
Panjang 13 cm, terletak di abdomen bawah sebelah kanan membujur ke atas.
  1. Kolon Transversum
Panjangnya ±38 cm, Membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens
  1. Kolon desendens
Panjangnya ±25 cm, Terletak di abdomen bawah bagian kiri membujur dari atas ke bawah.
  1. Kolon Sigmoid
Lanjutan dari kolon desendens terletak miring, Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri, Bentuknya menyerupai huruf S, Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
G.       Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses
H.        Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
D.      Patofisiologi dan WOC
Colitis ulseratif hanya melibatkan mukosa; kondisi ini ditandai dengan pembentukan abses dan deplesi dari sel-sel goblet. Dalam kasus yang berat, submukosa mungkin terlibat; dalam beberapa kasus, makin dalam lapisan otot dinding kolon juga terpengaruh.
Kolitis akut berat dapat mengakibatkan kolitis fulminan atau megakolon toksis, yang ditandai dengan penipisan dinding tipis, pembesaran, serta dilatasi usus-usus besar yang memungkinkan terjadinya perforasi. Penyakit kronis dikaitkan dengan pembentukkan pseudopolip pada sekitar 15-20% dari kasus. Pada kondisi kronis dan berat juga dihubungkan dengan resiko peningkatan prekanker kolon, yaitu berupa karsinoma in situ atau dispalsia. Secara anatomis sebagian besar kasus melibatkan rectum; beberapa pasien juga mengalami mengembangkan ileitis terminal disebabkan oleh katup ileocecal yang tidak kompeten. Dalam kasus ini, sekitar 30 cm dari ileum terminal biasanya terpengaruh.

Selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis akan terlibat, yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut.
  1. Akumulasi sel T di dalam lamina propia dari segmen kolon yang mengalami peradangan. Pada pasien dengan ulseratif colitis, ini adalah sel T sitotoksik ke epitel kolon. Perubahan ini disertai dengan peningkatan populasi sel B dan sel plasma, dengan peningkatan produksi immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin E (IgE).
  2. Biopsi sampel kolon dari pasien dengan colitis ulseratif dapat menunjukkan peningkatan secara signifikan tingkat platelet-activating factor (PAF). Pelepasan PAF dirangsang oleh leukotrienes, endotoksin, atau faktor lain yang mungkin bertanggung jawab atas peradangan mukosa, namun proses ini tidak jelas.
  3. Antibody antikolonik telah terdektesi pada pasien dengan ulseratif colitis.
Respons awal colitis ulseratif adalah edema yang berlanjut pada terbentuknya jaringan perut dan pembentukkan ulkus disertai adanya perdarahan. Lesi berlanjut, yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai saluran kolon. Pada kondisi ini, penipisan dinding usus atau ketebalan normal, tetapi dengan adanya respons inflamasi local yaitu edema, serta akumulasi lemak dan hipertrofi dari lapisan otot dapat memberikan kesan dinding usus menebal sehingga memberikan manifestasi penyempitan lumen usus dan terjadi pemendekan dari usus.
Perubahan peradangan secara mikrokopis jaringan yang mengalami ulkus segera ditutupi oleh jaringan granulasi yang selanjutnya akan merusak mukosa dan akan terbentuk jaringan polypoidal atau yang dikenal sebagai polip atau peradangan pseudopolip.

E.       Tanda dan Gejala
Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:
1.       Anemia
2.       Fatigue/ Kelelahan
3.       Berat badan menurun
4.       Hilangnya nafsu makan
5.       Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6.       Lesi kulit (eritoma nodosum)
7.       Lesi mata (uveitis)
8.       Nyeri sendi
9.       Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
10.   Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
11.   Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
12.   Perdarahan rektum (anus).
13.   Rasa tidak enak di bagian perut.
14.   Mendadak perut terasa mulas.
15.   Kram perut.
16.   Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis ulserativa memiliki gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare, mual, dan kram perut yang parah.
F.       Penatalaksanaan
Tindakan medis untuk colitis ulseratif ditujukan untuk mengurangi inflamasi, menekan respon imun, dan mengistirahatkan usus yang sakit, sehingga penyembuhan dapat terjadi.
  1. Penatalaksanaan secara umum
a.       Pendidikan terhadap keluarga dan penderita.
b.      Menghindari makanan yang mengeksaserbasi diare.
c.       Menghindari makanan dingin, dan merokok karena keduanya dapat meningkatkan motilitas usus.
d.      Hindari susu karena dapat menyebabkan diare pada individu yang intoleransi lactose.
  1. Terapi Obat.
Obat-obatan sedatife dan  antidiare/ antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltic sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
a.         Menangani Inflamasi            : Sulfsalazin (Azulfidine) atau Sulfisoxazal (Gantrisin).
b.         Antibiotic                                   : Digunakan untuk infeksi.
c.          Azulfidin                                     : Membantu dalam mencegah kekambuhan.
d.         Mengurangi Peradangan     : Kortikosteroid (Bila kortikosteroid dikurangi/ dihentikan, gejala  penyakit dapat berulang.
  1. Psikoterapi
Ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada pasien, kemampuan menghadapi faktor- faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung karena kondisi mereka.
G.     Komplikasi
Komplikasi pada Kolitis Ulseratif adalah :
1)      Penyempitan lumen usus.
2)      Pioderma gangrenosa.
3)      Episkleritis.
4)      Uveitis.
5)      Arthritis.
6)      Spondilitis ankilosa.
7)      Gangguan fungsi hati.
8)      Karsinoma kolon.
9)      Retinitis.
10)   Hemoragi.
11)   Perforasi.
12)   Neoplasma malignan.
13)   Nefrolitiasis.
14)   Eritema nodosum.
15)   Batu ginjal.
16)   Batu empedu.
H.      Pemeriksaan Penunjang
1.       Pemeriksaan Laboratorium
1)      Sebuah hitung darah lengkap dilakukan untuk memeriksa anemia; Trombositosis, tinggi platelet count, kadang-kadang terlihat
2)      Elektrolit studi dan tes fungsi ginjal dilakukan, sebagai kronis diare dapat berhubungan dengan hipokalemia, hypomagnesemia dan pra-gagal ginjal.
3)      Tes fungsi hati dilakukan untuk layar untuk keterlibatan saluran empedu: kolangitis sclerosing utama.
4)      X-ray
5)      Urine
6)      Sumsum tulang : Menurun secara umum pada tipe berat/setelah proses inflamasi panjang.
7)      Alkaline fostase : Meningkat, juga dengan kolesterol serum dan hipoproteinemia, menunjukkan gangguan fungsi hati (kolangitis, sirosis)
8)      Kadar albumin : Penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan fungsi     hati.
9)      Elektrolit : Penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
10)   Trobositosis : Dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
11)   ESR : meningkatkarena beratnya penyakit.
12)   Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.







ASUHAN KEPERAWATAN

  1. Pengkajian
Ø  Identitas klien
Nama, jenis kelamin, agama, penanggung jawab, dll.
Ø  Alasan masuk
Pada anamnesis, keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri abdomen, diare, tenesmus intermiten, dan pendarahan rektal. Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram pada kuadran periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare biasanye disertai darah. Pasien melaporkan mengeluarkan feses cair  10 – 20 kali sehari. Pasien juga mengeluh saat BAB seperti ada yang menghalangi.
Ø  Riwayat kesehatan
a.       Riwayat penyakit sekarang
kondisi ringan karena colitis ulseratif adalah penyakit mukosa yang terbatas pada kolon, gejala yang paling umum adalah pendarahan anus, diare, dan sakit perut. Pada kondisi colitis ulseratif berat terjadi pada sekitar  10 % dari pasien, didapat keluhan lainnya yang menyertai, seperti peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan. Pasien dengan colitis yang  parah dapart mengalami komplikasi yang yang mengancam nyawa, termasuk pendarahan darah,  megakolon toksik atau perforasi usus.
b.      Riwayat penyakit dahulu
penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetic, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik , seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif.
c.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka penyebab kematiannya juga ditanyakan.
Ø  Pengkajian spikososial
akan didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan serta perlunya pemenuhan informasi prabedah.
Ø  pemeriksaan fisik
bervariasi tergantung pada sejauh mana, durasi, dan tingkat keparahan penyakit.pemeriksaan fisik yang di dapatkan sesuai manifestasi klinik yang muncul pada colitis ulseratif berat survey umum pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare . suhun badan pasien akan naik  ≥38,50 C dan terjadi takikardiah. Pengkajian berat badan yang disesuaikan dengan tinggi badan dapat  menimbulkan status nutrisi.
Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan :
a)      Takipnea dapat hadir karena sembelit atau sebagai mekanisme kompensasi                                            asidosi dalam kasus dehidrasi parah.
b)      Takikardial dapat mewakili anemia atau hipopolemia. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi.
c)       Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan perfusi ke otak. Pasien dengan episkleritis dapat hadir dengan erythematous yang menyakitkan mata.
d)      Oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.
e)      Inspeksi               : kram abdomen, Perut didapatkan kembung. Pada kondisi kronis, status nutrisi bisa didapatkan tanda-tanda kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan pasien terlihat kronis.
f)       Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), menunjukkan penyakit parah dan kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah. Sebuah masa dapat teraba menunjukkan abstruksi atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukkan hipertensi portal dari hepatitis autoimun terkait atau kolangitis sklerosis
g)      Perkusi                 : nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.
h)      Auskultasi  : bising usus bisa normal, hi[eraktif atau hipoaktif. Nada gemerincing bernada tinggi dapat ditemukan dalam kasus-kasus obstruksi.
i)        Kelemahan fisik umum skunder dari keletihan dan pemakaian energy setelah nyeri dan diare. Nyeri sendi (arthralgia) adalah gejala umum yang ditemukan pada penyakit inflamasi usus. Sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku, yang paling sering terlibat, tetapi setiap sendi dapat terlibat. Pada integumen, kulit pucat mungkin mengungkapkan anemia, penurunan turgor kulit dalam kasus dehidrasi, eritema nodosum dapat terlihat pada permukaan ekstensor.

  1. Diagnosa
1)      Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, respons pembedahan.
2)      Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah.
3)      Actual / risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang  adekuat.
4)      Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
5)      Ganguan aktivitas sehari-hari b.d. kelemahan fisik umum, keletihan pasca nyeri dan diare.
6)      Risiko injuri b.d. pasca prosedur bedah kolektomy atau ilestomy.
7)      Actual / risiko ketidakefektifan kebersihan jalan nafas b.d. kemapuan batuk menurun, nyeri pasca bedah.
8)      Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée luka pascabedah.
9)      Kecemasan b.d prognosis penyakit,misinterprestasi informasi, rencana pembedahan.

  1. Intervensi

Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
kriteria evaluasi:
  • Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
  • Skala nyeri 0-1 (0-4).
  • TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.

Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:
         Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST











         Beri oksigen nasal apabila skala nyeri
≥ 3 (0-4).



         Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
Biasakan pasien untuk BAB di tempat tidur.




         Atur posisi fisiologis.




         Beri kompres hangat pada abdomen.


Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien.
P : penyebab nyeri dapat diakibatkan oleh respons diare, kram abdomen, dan sembelit atau kerusakan jaringan pascabedah.
Q : kualitas nyeri seperti tumpul, kram, dan mulas.
R : area nyeri pada abdomen bawah kiri.
S : pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4).
T : nyeri bertambah bila tidak bisa melakukan BAB.

Pemberian oksigen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada saat pasien mengalami nyeri pascabedah yang dapat mengganggu kondisi hemodinamik.

Istirahat diperlukan untuk menurunkan peristaltic usus.
Istirahat secara fisiologis dan melakukan BAB di tempat tidur akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal pada aktivitas dan menurunkan keletihan pascanyeri.

Pengaturan posisi semipowler dapat membantu merelaksasi otot-otot abdomen  pascabedah sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pascabedah.

Member respons vasodilatasi. Kompres ini hanya dilakukan pada pasien tanpa pembedahan.

Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan.

Intervensi
Rasional
·         Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.

         Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

         Lakukan manajemen sentuhan.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan sekunder dari iskemia spina.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian:
         Analgenik via intravena.




         Antidiare.

Analgenik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

Penurunan respons diare dapat menurunkan stimulus nyeri.


Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.
Tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
  • Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
  • Keluhan mual dan muntah berkurang.
  • Secara subjektif melaporkan peningkatan nafsu makan.
  • Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.

Intervensi
Rasional
Kaji dan berikan nutrisi sesuai tingkat toleransi individu.
Pemberian nutrisi pada pasien dengan enteritis regional bervariasi sesuai dengan kondisi klinik dan tingkat toleransi individu.
Sajikan makanan dengan cara yang menarik.
Membantu merangsang nafsu makan. Hal ini dapat diberikan bila toleransi oral tidak menjadi masalah pada pasien.
Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah lemak.
Diet diberikan pada pasien dengan gejala malabsorpsi akibat hilangnya fungsi penyerapan permukaan mukosa, khususnya penyerapan lemak, keterlibatan ileum terminal dapat mengakibatkan steatorrhea ( buang air besar dengan feses bercampur lemak).
Fasilitasi pasien memperoleh diet dengan kandungan serat tinggi.
Suplemen serat dikatakan bermanfaat bagi pasien dengan penyakit kolon karena fakta bahwa serat makanan dapat diubah menjadi rantai pendek asam lemak, yang menyediakan bahan bakar untuk penyembuhan mukosa kolon.
Fasilitasi pasie memperoleh diet rendah serat pada gejala obsrtuksi.
Diet rendah serat biasanya diindikasikan untuk pasien dengan gejala obstruksi.

Resiko tinggi nutrisi kurang kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.

Intervensi
Rasional
Fasilitasi untuk pemberian nutrisi parenteral total.
Nutrisi peranteral total (TPN ) digunakan bila gejala penyakit usus inflamasi bertambah berat. Dengan TPN, perawat dapat mempertahankan catatan actual tentang intake dan output cairan, serta berat basdan pasien setiap hari. Berat badan pasien harus meningkat 0,5 kg setiap hari selama terapi. Urine diuji setiap hari terhadap adanya glukosa, aseton dan berat jenis bila TPN digunakan. Pemberian makan yang tinggi protein, rendah lemak, dan residu dilakukan setelah terapi TPN karena makanan ini dicerna terutama pada jejunum, tidak merangsan sekresi usus, dan memungkinkan usus beristirahat. Intoleransi dicatat bila pasien menunjukkan mual, muntah, diare, atau distensi abdomen.
Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik ( sekali seminggu ).
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Lakukan perawatan mulut.
Intervensi ini untuk menurunkan resiko infeksi oral.
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari gastrointestinal, ganggguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria :
  • Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
  • Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT > 3 detik.
  • Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.

Intervensi
Rasional
Kaji terhadap adanya tanda kekurangan volume cairan : kulit dan membrane mukosa kering, penuruna turgor kulit, oliguria, kelelahan, penurunan suhu, peningkatan hematokrit, peningkatan berat jenis urine, dan hipotensi.

Intervensi pemenuhan cairan :
         Identifikasi faktor penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit lain.



         Lakukan pemasangan IVFD









         Dokumentasi dengan akurat tentang asupan dan haluaran cairan.

Parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan. Adanya riwayat keracunan dan usia anak atau lanjut usia membeerikan tingkat keparahan dari kondisi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut, maka lakukan pemasangan IVFD. Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan derajat dehidrasi.
Pemberian 1-2 L cairan Ringer laktat dengan tetesan cepat sebagai kompensasi awal hidrasi cairan di berikan untuk mencegah syok hipovolemik (lihat intervensi kedaruratan syok hipovolemik).

Sebagai evaluasi penting dari intervensi hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi.

Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.

Intervensi
Rasional
         Bantu pasien apabila muntah
Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada usia lanjut dengan perubahan kesadaran. Perawat mendekatkan tempat muntah dan memberikan masase ringan pada pundak untuk membantu menurunkan respons nyeri dari muntah.
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit.
         Evaluasi kadar elektrolit serum



         Dokumentasikan perubahan klinik dan laporkan dengan tim medis.




         Monitor khusus ketidakseimbangan elektrolit pada lansia.

Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma.

Perubahan klinik seperti penurunan urine output secara akut perlu diberitahu kepada tim medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya dan menurunkan risiko terjadinya asidosis metabolik.

Individu lansia dapat dengan cepat mengalami dehidrasi dan menderita kadar kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat diare. Individu lansia yang menggunakan digitalis harus waspada terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia pada diare. Individu ini juga diinstruksikan untuk mengenali tanda-tanda hipokalemia karena kadar kalium rendah dapat memperberat kerja digitalis, yang dapat menimbulkan toksisitas digitalis.
Kolaborasi dengan tim medis terapi farmakologis :
         Antimikroba.




         Antidiare/antimotilitas.
Antimikroba diberikan sesuai dengan pemeriksaan feses agar pemberian antimikroba dapat rasional diberikan dan mencegah terjadinya resistensi obat.

Agen ini digunakan untuk menurunkan frekuensi diare. Salah satu obat yang lazim diberikan adalah loperamide (Imodium).


Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, kecemasan berkurang atau teratasi.
Criteria evaluasi:
  • Mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimannya.
  • Berpatisipasi dalam program pengobatan
  • Melakukan perubahan pla hidup tertentu

Intervensi
Rasional


Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:

         Tentukan persepsi pasien tentang
Penyakit
         Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosisi, dan kemungkinan efek samping


         Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
         Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program










PEMBAHASAN
  1. Definisi
Enteritis regional atau lebih dikenal dengan penyakit Crohn adalah suatu penyakit idiopatik dan kronis dengan proses peradangan pada intestinal yang sering menyebabkan fibrosis dan gejala obstruktif, yang dapat mempengaruhi bagian manapun dari saluran gastrointestinal dari mulut ke anus (Arif Muttaqin, 2001).
Penyakit crohn adalah proses peradangan kronis transmural yang dapat ditemukan di salah satu bagian dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Penyakit crohn merupakan satu dari dua kelainan utama inflammatory bowel disease (IBD). Penyakit crohn dapat mengenai bagian manapun dari saluran cerna, tidak hanya regional, merupakan penyakit multi sistem dengan manifestasi pada kulit dan membran mukosa (Arif Muttaqin, 2001).
Penyakit Crohn adalah radang kronis dengan etiologi yang tidak diketahui, pada usus halus sering terkena tetapi dapat mengenai seluruh bagian usus, ditandai secara khas oleh radang transmural dengan granuloma. Usus yang menebal dan fisura akan menyebabkan obtruksi intestinal dan fistulasi (Underwood, 1999 : 452).
Penyakit Crohn adalah penyakit inflamasi kronis di usus yang ditandai dengan peradangan di semua saluran gastrointestinal. Kelainan ini terutama mengenai lapisan sub mukosa dan usus halus dan usus besar (Buku Saku Patofisiologi Corwin Elizabeth).
Penyakit Corhn adalah suatu gangguan radang kronis usus idiopatik yang melibatkan bagian seluruh saluran pencernaan yang mana saja mulai dari mulut sampai anus (Berham Klirgeman, Book google).

  1. Etiologi
Etiologi dari Penyakit Corhn belum diketahui secara pasti, namun para ahli meyakini disebabkan karena faktor berikut :
1)      Hiperaktivitas sistem imun
2)      Diduga adanya faktor infeksi
3)      Predisposisi faktor genetic
4)      Pola makan atau makanan yang tidak sehat yang dapat menimbulkan inflamasi
5)      Obat anti – inflamasi non-steroid (OAINS)
6)      Lingkungan seperti sering mengkonsumsi tembakau yang memiliki efek pada faktor pencetus penyakit Corhn
  1. Patofisiologi
Penyebab dari penyakit Corhn masuh belum diketahui secara pasti. Beberapa predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, penyakit vascular dan faktor psikososial, termasuk merokok, kontrasepsi oral serta menggunakan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), diyakini oleh sebagian besar ahli terlibat dalam patogenesis Penyakit Corhn.
Secara mikroskopis lesi awal dimulai sebagai fokus peradangan diikuti dengan ulserasi mukosa yang dangkal. Kemudian menyerang sel-sel inflamasi dalam lapisan mukosa dan dalam proses mulai membentuk granuloma. Granuloma menyelimuti semua lapisan dinding usus dan masuk kedalam mesenterium dan kelenjar getah bening regional. Infiltrasi neutrofil ke dalam bentuk abses yang dalam menyebabkan kerusakan pada lapisan dalam dan atrofi dari usus besar.
Secara makroskopis kelainan awal dari hiperemia dan edema dari mukosa yang terlibat. Kemudian, diskrit terbentuk ulkus limfoid dangkal dan dipandang sebagai bintik – bintik merah atau depresi mukosa. Keadaan ini dapat menjadi mendalam, borok serpiginous terletak melintang dan longitudinal diatas mukosa yang meradang.
Hasil peradangan transmural atau meliputi mukosa dan seluruh dinding membentuk penebalan dinding usus dan penyempitan lumen. Obstruksi pada awalnya disebabkan oleh edema dari mukosa dan spasme usus terkait. Obstruksi biasanya bersifat intermitten dan sering reversibel setelah mendapat agen anti inflamasi.
Pada proses lanjut halangan menjadi kronis akibat jaringan parut dan penyempitan lumen. Manifestasi pada penyakit Corhn akan terjadi nyeri abdomen menetap dan diare yang tidak hilang dengan defeksi. Diare terjadi pada 90% pasien. Jaringan parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentraspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen yang terkonstriksi, mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Gerakan peristaltik usus dirangsang oleh makan sehingga nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah penurunan berat badan, malnutrisi, anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus dilapisan membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan  nutrisi dapat terjadi akibat absorbsi terganggu. Malabsorbsi terjadi sebagai akibat hilangnya fungsi penyerapan permukaan mukosa. Fenomena ini dapat mengakibatkan malnutrisi protein-kalori, dehidrasi dan beberapa kekurangan gizi.
  1. Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang paling sering timbul adalah sebagai berikut :
1)      Diare
Jika terjadi pada anak, bila anak terbangun pada malam hari karena diare maka keadaan patologis
2)      Nyeri perut
Bentuk nyeri perut bervariasi tergantung dari daerah usus yang terkena. Ketidak nyamanan pada daerah perut kanan bawah biasanya pada kelainan ileum terminalis dan sekum yang bisa diperiksa dengan palpasi. Nyeri pad daerah umbilikal biasanya karena kelainan kolon atau kelainan usus yang difus. Biasanya nyeri perut akibat PC bersifat persisten dan jika terjadi pada anak akan membuat anak sering terbangun di malam hari.
3)      Perdarahan rektum
Perdarahan biasanya setelah ada ulserasi pada dinding usus dan melibatkan pembuluh darah besar
4)      Anoreksia
5)      Penurunan berat badan
6)      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi
7)      Demam ringan
8)      Malaise
9)      Kegagalan perumbuhan dengan keterlambatan pematangan tulang (terutama pada anak)

  1. Penatalaksanaan
Terapi penyakit corhn dibagi menjadi 4 kategori dasar yaitu farmakologis, nutrisi, bedah dan psikologis.


1)      Nutrisi
Penderita penyakit corhn mengalami defisiensi makronutrient, sehingga peran terapi nutrisi sangat penting. Penilaian status gizi dilakukan dengan mengukur berat badan, tinggi badan, data antropometri dan kadar protein serum. Deisiensi mineral dan vitamin (besi, asam folat, vitamin B12, kalsium, magnesium, seng) diterapi secara spesifik. Pada penderita corhn yang mengenai ileum terminal dan terjadi steatorkea, harus diberikan suplemen vitamin larut lemak, trigliserida rantai sedang dan vitamin B12 parenteral. Dukungan nutrisi intensif dapat mengakibatkan intake kalori terutama pada pasien malnutrisi atau gangguan pertumbuhan. Pemberian suplemen nutrisi yang cukup merupakan komponen penting dalam keberhasilan manajemen penyakit corhn pada anak. Tujuan utama dukungan nutrisi adalah koreksi dan pencegahan defisit nutrisi serta mengontrol gejala. Terapi nutrisi dibagi menjadi 3 bagian yaitu terapi primer, terapi tambahan dan persiapan pre operatif.
a)      Terapi primer : diit elemental dapat menurunkan inflamasi intestinal dengan menurunkan stimulasi antigen ke saluran pencernaan.
b)      Terapi tambahan : dukungan nutrisi yang intensif dapat digunakan sebagai terapi tambahan terhadap farmakologis dalam beberapa keadaan klinis
c)       Terapi pre operatif : perbaikan suatu defisiensi nutrisi multak dibutuhkan untuk persiapan operasi yang besar pada pasien Crohn
2)      Farmakologis
Beberapa kombinasi terapi dapat efektif dan mentebabkan remisi dari penyakit corhn. Setelah tercapai keadaan remisi maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.
a)      Kortikosteroid
Kortikosteroid secara signifikan efektif menybabkan remisi pada pasien penyakit crohn, baik pada usus halus maupun usus besar.
b)      Sulfasalazin
Obat ini hanya efektif untuk penyakit crohn oada usus halus.



c)       Antibiotika
Antibiotika spektrum luas sering dibutuhkan untuk mengobati abses intraabdominal yang merupakan salah satu manifestasi penyakit crohn. Kombinasi 3 macam obat sering digunakan yaitu ampisilin, gentamisin dan metronidazol.
3)      Terapi bedah
Lebih kurang 50 – 70% anak dengan penyakit crohn membutuhkan tindakan bedah dalam 10 – 15 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Tindakan bedah dilakukan bila gejala masih menetap meskipun telah mendapat terapi farmakologis, adanya komplikasi intestinal berupa obstruksi, abses intraabdominal, fistula enterofesicular, perdarahan serta perforasi.
4)      Terapi psikologis
Sangat penting memonitor secara psikologis dan sosial akibat dari penyakit crohn. Sering didapatkan keadaan gangguan psikologis, terutama depresi akibat penyakit kronis yang diderita.

  1. Pemeriksaan penunjang
  1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi serum untuk menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai aktivitas inflamasi serta kadar alumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive protein yang dapat dipakai juga sebagai parameter aktivitas penyakit
  1. Endoscopy
Penyakit crohn dapat bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi disaluran cerna bagian atas, usus halus ataupun colon.
  1. Radiologi
Barium kontas ganda dapat memperlihatkan striktur, fistula, mukosa yang iregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distenbilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus. Peran Ct Scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada penyakit crohn dalam mendeteksi adanya bases ataupu fistula.


  1. Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostik daripada spesimenyang diambil secara biopsi per – endoskopik. Terlebih lagi bagi penyakit crohn yang lesinya bersifat transmural sehingga tidak dapat dijangkau dengan teknik biopsi per-endoscopik. Gambaran khas untuk penyakit crohn adanya granuloma tuberculoid (terdapat 20 – 40% kasus) merupakan hal yang karakteristik disampung adanya infiltrasi sel makrofag dan limfosit di lamina profia serta ulserasi yang dalam.
  1. MRI
Dapat lebih unggul daripada Ct Scan dalam menunjukkan lesi panggul. Oleh karena kadar air diverensia, MRI dapat mebedakan peradangan aktif dari fibrosis dan dapat membedakan antara inflamasi serta lesi fibrostenosis penyakit crohn.
  1. Colonoscopy
Dapat membantu ketika barium enema satu kontras belum informatif dalam mengevalusia sebuah lesi kolon. Kolonoscopy berguna dalam memperoleh jaringan biopsi, yang membantu dalam diferensiasi penyakit lain, dalam evaluasi lesi masa, dan dalam pelaksanaan surveilans kanker. Colonoscopy juga memungkinkan mefisualisasi fibrosis striktur pada pasien dengan penyakit kronis. Selain itu, colonoscopy juga dapat digunakan dalam periode pasca operasi bedah untuk mengevaluasi anastomosis dan meprediksi kemungkinan kambuh klinis serta respon terhadap terapi pasca operasi.

  1. Komplikasi
  1. Malnutrisi
Diperkirakan 85% penderita penyakit crohn mengalami kehilangan berat badan. Penyebab malnutrisi biasanya multifaktor, termasuk intake diet yang sub optimal, pengeluaran gastrointestinal yang berubah, malabsorbsi dan peningkatan kebutuhan akibat proses inflamasi. Anoereksia adalah tanda penting. Malabsorbsi komponen-komponen makanan dapat terlihat pada penyakit crohn.
Malabsorbsi lemak dapat terjadi karena :
a.         Berkurangnya bile acid pool sekunder akibat mengabsorbsi asam empedu dari penyakit ileum atau akibat reseksi ileum.
b.        Meluasnya pada mukosa usus halus.
c.         Pertumbuhan berlebih bakteri pada daerah usus proximal.
  1. Gangguan pertumbuhan
Keadaan malnutrisi kronik menyebabkan gangguan pertumbuhan linear dan perkembangan pubertas pada anak dengan penyakit crohn. Beberapa study telah melaporkan beberapa gangguan pertumbuhan pada penyakit crohn. Penelitian oleh Tjietjn dkk, pada 40 anak dengan penyakit crohn didapatkan adanya ganggguan pertumbuhan pada anak-anak tsb. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan memberikan konstribusi pada gangguan pertumbuhan anak dengan penyakit crohn. Malnutrisi kronis dapat menjadi penyebab penting terjadinya retardasi pertumbuhan.

















ASUHAN KEPERAWATAN

  1. Pengkajian
Ø  Keluhan utama
Sering merasa nyeri abdomen dan diare. Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis yaitu berupa nyeri kram pada kuadran perumbilikal kanan bawah dan kondisi rasa sakit dapat mendahului diare, serta mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah buang air besar. Diare biasanya tanpa disertai darah dan sering terputus – putus atau tidak mau berkurang dengan melakukan defekasi. Akan tetapi, apabila usus besar yang terlibat, pasien dapat melaporkan nyeri perut difus serta dengan Bab lendir, darah atau nanah. Awalnya, halangan tersebut adalah peradangan sekunder edema dan spasme usus, kemudian bermanifestasi sebagai kembung dan sakit kram. Setelah menjadi kronis, lumen usus menyempit, pasien mungkin mengeluh sembelit dan kesukaran membuang air besar.
Ø  Riwayat kesehatan
    1. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai seperti peningkatan suhu tubuh, mual dan muntah, anoreksia, perasaan lemah dan penurunan nafsun makan.
    1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian predisposisi seperti genetik , lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, vascular dan faktor psikososial, termasuk merokok, kontrasepsi oral dan menggunakan obat anti inflamasi (OAINS) perlu didokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian perioperatif.
    1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka penyebab kematiannya juga ditanyakan.
Ø  Pengkajian Psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan dan serta perlunya informasi sarana pembedahan.

Ø  Pemeriksaan Fisik
  • Keadaan umum : terlihat lemah dan kesakitan
  • TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare, suhu badan pasien naik ≥38,5°C
  • Head to toe
1)      Integumen
Kulit kering dan turgor tidak baik karena kekurangan nutrisi
2)      Abdomen
a)         Inspeksi      : pasien mengalami nyeri tekan, kram andomen, perut kembung, inspeksi dari daerah perinatal dapat mengungkapkan fistula, abses dan jaringan parut.
b)        Auskultasi  : terdapat peningkatan bising usus karena pasien mengalami diare
c)         Perkusi        : nyeri tekuk dan tympani karena adanya flatulen
d)        Palpasi         : nyeri tekan abdomen, peningkatan suhu tubuh atau didapatkan adanya masaa pada abdomen. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi

  1. Diagnosa
1)      Nyeri b.d iritasi nitestinal, kram abdomen dan respon pembedahan
2)      Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d pengeluaran cairan dari muntah yang berlebihan
3)      Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamana lambung dan intestinal
4)      Resti infeksi b.d adanya luka pasca bedah
5)      Kecemasan b.d prognosis penyakit dan rencana pembedahan

  1. Intervensi
No.
Dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan nyeri dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
o  Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang
o  Ekspresi wajah pasien tenang dan rileks
o  Dapat mengidentifikasi kegiatan yang dapat menambah atau mengurangi nyeri
o  Pasien tidak gelisah
5.      Skala nyeri turun 0 – 4
1)        Kaji skala nyeri (0 – 4)




2)        Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi

3)        Istirahatkan pasien


4)        Ajarkan teknik distraksi

5)        manajemen pemberian diit dan menghindari agen iritan mukosa lambung

6)        kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida sesuai dosis
1) perawat mengkaji tingkat nyeri dan dan kenyamanan pasien setelah penggunaan obat – obatan dan menghindari zat pengiritasi
2) pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
3)  istirahat secara fisiologis dapat menurunkan kebutuhan oksigen
4) distraksi dapat menurunkan stim ulus internal
5) dengan menghindari makan dan minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung dapat menurunkan intensitas nyeri
6) antasid untuk mempertahankan Ph lambung pada tingkat normal (4,5)
2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
o  membran mukosa lembab, turgor kulit normal
o  TTV dalam batas normal
o  Output >600ml/hari
o  Laboratorium : nilai elektrolit normal









1)        Monitor TTV



2)        Monitor status cairan (membran mukosa, turgor kulit dan output urin)
3)        Kaji sumber kehilangan cairan




4)        Manajemen pemberian cairan





5)        Kolaborasi untuk pemberian dieresis
1)    Mengetahui keadaan umum pasien, hipotensi dapat terjadi pada kondisi hipovolemia
2)    Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan.
3)    Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urin. Monitor dilakukan dengan ketat pada produksi urin
4)    Kehilangan cairan dan muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium per oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit
5)    Intake dan output cairan setiap hari dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal terjadinya dehidrasi.
3
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
o  Pasien dapat mempertahankan asupan status nutrisi yang adekuat
o  Pernyataan motivasi yang kuat untuk meningkatkan kebutuhan nutrisinya
1)        Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan dan penurunan berat badan
2)        Fasilitasi pasien memperoleh diit biasa yang dikonsumsi pasien setiap hari
3)        Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodic
4)        Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan

5)        Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit yang seimbang



6)        Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti muntah sesuai dosis
1)   Menetapkan derajad masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat

2)   Memperhitungkan keinginan individu agar dapat memperbaiki nutrisi

3)   Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4.     
4)   Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan dan bau obat yang dapat merangsang pusat muntah
5)   Merencanakan diit dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi pengingkatan kebutuhan energi dan kalori
6)   Meningkatkan rasa nyaman pada gastrointestinal dan meningkatkan keinginan intake nutriso dan cairan per oral
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x2 4 jam, masalah keperawatan resti infeksi dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
o  Tanpa adanya infeksi dan tanda-tanda kemerahan setelah jahitan dilepas
o  TTV terutama suhu dalam batas normal
1)        Kaji TTV


2)        Kaji jenis pembedahan


3)        Lakukan perawatan luka pada hari ke dua pasca bedah



4)        Bersihkan luka pada saat setiap perawatan luka

5)        Tutup luka dengan kassa steril


6)        Berikan penkes kepada keluarga pasien dan pasien cara perawatan luka yang benar dan steril
7)        Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti infeksi sesuai dosis
1)    Suhu dapat ikut naik jika pasien terjadi inflamasi dan infeksi
2)    Menidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan
3)    Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak dengan luka yang dalam kondisi steril
4)    Pembersihan debridemen dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luar
5)    Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara
6)    Pemberian penkes diharapkan bisa lenih memberikan pemenuhan informasi bagi keluarga

7)    Tindakan kolaborasi dilakukan dengan tujuan untuk lebih optimal dalam pengobatan
5.
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan kecemasan dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
o  Pasien mampu mengungkapkan perasaan kepada perawat
o  Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan atau ketakutan
o  Pasien dapat rileks dan tidur dengan nyaman
1)        Monitor respon fisik, seperti kelelahan, perubahan tanda vital dan gerakan yang berulang-ulang

2)        Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya

3)        Catat reaksi pasien atau keluarga. Berikan kesempatan utnuk mengungkapkan perasaannya
4)        Ajarka aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu seperti menulis, menonton tv, dll
1)    Digunakan untuk mengevaluasi derajad atau tingkat kesadaran, khusunya jika melakukan komunikasi verbal
2)    Memberikan kesempatan untuk berkosentrasi kejadian dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan
3)    Respon dari kecemasan anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat
4)    Sejumlah aktivitas atau ketrampilan dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stumulus kecemasan.


















PENDIDIKAN KESEHATAN
Promosi kesehatan merupakan kunci kualitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan prigram membantu klien memperoleh kebiasaan hidup sehat dan mandapatkan standar kehidupan yang pantas. Fokus promosi kesehatan adalah manjaga manusia selalu sehat melalui personal higiene, gizi baik, lingkungan bersih, olahraga yang rutin, istirahat, dan mengikuti kebiasaan hidup sehat. Program promosi kesehatan menurunkan biaya pelayanan kesehatan dengan mengurangi timbulnya penyakit, meminimalkan komplikasi, dan sekaligus mengurangi kebutuhan untuk menggunakan sumber daya pelayanan kesehatan yang mahal. Sebaiknya, pelayanan pencegahan lebih berorientasi pada penyakit dan fokus pada menurunkan dan mengendalikan faktor resiko penyakit melalui kegiatan seperti imunisasi dan program kesehatan kerja.
Pelayanan primer berfokus pada pelayanan kesehatan individual, sedangkan pelayana kesehatan primer berfokus pada perbaikan kesehatan dari seluruh populasi. Pelayanan kesehatan primer termasuk pelayanan primer dan juga pandidikan kesehatan, gizi tepat, pelayanan kesehatan ibu/anak, keluarga berencana, imunisasi, dan pengendalian penyakit. Model pelayanan kesehatan primer membutuhhkan kerja sama antara para profesional kesehatan dan anggota masyarakat. Model ini menekankan pada promosi kesehatan, pembentukan kebijakan kesehatan, dan pencegahan penyakit dalam masyarakat. Program kesehatan masyarakat tang berhasil harus mempertimbangkan faktor masyarakat dan lingkungan jika igin melayani kebutuhan kesehatan dari masyarakat tersebut (Merzel dan D’Afflitti,2003).
Pelayanan sekunder dan tersier                                                                                  
Diagnosis dan penanganan penyakit merupakan pelayanan yang paling banyak digunakan pada sistem penyampaian pelayanan kesehatan. Dengan adanya penangan pelayanan, sebagian besar palayanan saat ini dilakukan pada tempat pelayanan primer/penangan penyakit yang merupakan pelayanan paling banyak dan mahal pada sistem penyampaian pelayanan kesehatan.
Definisi pelayanan kesehatan yang sering di gunakan
Pencegahan penyakit: kegiatan melindungi orang dari penyakit yang akan menyerang karena ancaman kesehatan yang ada ataupun yang akan datang.
Promosi kesehatan: kegiatan membanguna perilaku dan kebiasaan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Organisasi penanganan pelayanan: organisasi yang menyelenggarakan atau menyewa fasilitas pelayanan kesehatan tertentu (seperti pelayanan rumah sakit, penulisan resep obat-obatan).
Palayanan primer: penyediaan pelayanan terpadu, fasilitas pelayanan kesehatan terjangkau oleh pelayanan kesehatan profesional, membangun hubungan dengan klien, dan melayani keluarga, serta masyarakat.
Pelayanan kesehatan primer: kombinasi pelayanan primer dan pelayan kesehatan masyarakat yang dapat diperoleh individu dan keluarga dalam masyarakat dan diselenggarakan denagn biaya yang terjangkau.
Pencegahan primer: kegiatan penyuluhan kesehatan atau kegiatan yang mengurangi timbulnya penyakit.
Kesehatan masyarakat: komunitas dan pelayanan interdisiplin yang ditujukan untuk mencegah penyakit dan mendukung kesehatan.
Pencegahan sekunder: diagnosis dini dan pengobatan penyakit (seperti skrining hipertensi).
Pencegahan tersier: pelayanan untuk mencegah kecepatan progresivitas penyakit.
Pencegahan primer pada penyakit sistem pencernaan khususnya coiltikus ulseratif dan chron adalah:
*      Menhindari faktor pencetus terhadap penyakit colitikus ulceratif dan chron
*      Menghindari makanan yang bersifat zat adiktif yang banyak mengandung zat-zat kimia
Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk Pencegahan Primer:
a.       Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat   luas mengenai faktor-faktor risiko penyakit Colitikus ulseratif dan chron.Meningkatkan pembinaan pola hidup sehat, ideal, mengendalikan stress dan olahraga teratur.
b.      Meningkatkan upaya memperbaiki lingkugan hidup

Pencegahan sekunder dan tersier :
·         Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah timbulnya serangan ulang atau progresifitas penyakit.
·         Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kematian atau cacat
Upaya yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakitColitikus ulseratif dan chron:
a.       Pola Makan yang Sehat
b.      Menghindari faktor pencetus
c.        Tidak mengkonsumsi makanan siap saji
d.      Makanan sebaiknya dihidangkan bervariasi


















MASALAH LEGAL ETIS

Ø  Persetujuan
Formulir persetujuan (consent) yang telah ditandatangani dibutuhkan untuk semua perpengobatan rutin, prosedur yang berbahaya seperti operasi, beberapa program pengobatan seperti kemoterapi, dan penelitian yang melibatkan klien (TJC,2006). Klien menandatangani formulir persetujuan umum saat masuk rawat inap dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Klien atau yang mewakilinya harus menandatangani formulir persetujuan khusus atau pengobatan sebelum pelaksanan prosedur tertentu secara terpisah.
Undang-undang negara bagian menentukan persyaratan bagi individu yang secara hukum dapat memberikan persetujuan untuk pengobatan medis (Medical Patient Rights Act,1994). Perawat harus mengenal dan memahami hukum negara serta kebijakan dan prosedur persetujuan diinstitusi tempat ia bekerja (Kotak 23-3).
Jika klien menderita tuna rungu, buta huruf, atau berbicara dalam bahasa asing, maka harus disediakan tenaga penerjemah untuk menjelaskan istilah yang tertulis dalam formulir persetujuan. Anggota keluarga atau kerabat yang dapat berbicara dalam bahasa klien sebaiknya jangan menjadi penerjemah informasi kesehatan. Bentuklah klien dalam membuat pilihan.
Ø  Informed consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang resiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan (Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan (Dalinis,2005). Penjelasan juga menjelaskan alternatif pengobatan dan resiko terkait dalam semua pilihan pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan selain pada keadaan darurat dapat mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan tertulis, seseorang klien dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia pelayanan kesehatan atas kelalaian.
Informed consent merupakan bagian dari hubungan antara penyedia layanan kesehatan dan klien. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotik. Karena perawat tidak melakukan operasi atau prosedur medis langsung, maka pengambilan persetujuan bukan merupakan tugas perawat. Orang yang bertanggung jawab atas pelaksannan prosedur tersebut juga bertanggung jawab atas pengambilan informed consent.
Tanda tangan perawat  sebagai saksi persetujuan menunjukkan bahwa klien memberikan persetujuan dengan sukarela, bahwa tanda tangan klien adalah asli, dan bahwa klien mampu untuk memberikan persetujuan (Ohio Nurses  Fundation {ONF},2005). Saat perawat memberikan formulir persetujuan, mereka harus bertanya untuk memastikan klien telah memahami prosedur yang akan dijalaninya. Jika klien menyangkal atau anda meragukan kepahaman klien, beritahukan dokter, penyedia layanan kesehatan lain,atau pengawas keperawatan. Penyedia layanan kesehatan harus memberitahukan klien konsekuensi dari penolakan prosedur. Jika klien tetap menolak prosedur, maka hal ini harus didokumentasikan secara tertulis, ditandatangani, dan disaksikan oleh pihak lain. Siswa keperawatan tidak boleh dan tidak bertanggung jawab atas persetujuan tersebut karena mereka tidak memiliki kekuatan hukum.
Orang tua merupakan wali bagi klien anak, sehingga mereka pihak yang menyatakan persetujuan. Jika orang tua telah bercerai, maka kewajiban ini berada dipihak yang menerima hak asuh anak. Terkadang mereka menolak pelaksanaan terapi pada anak. Pada kasus seperti ini,pengadilan dapat turun tangan demi kepentingan anak.
Pengambilan persetujuan tertulis sulit dilakukan pada beberapa situasi. Sebagai contoh, jika klien mengalami penurunan kesadaran, anda harus memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang secara hukum untuk memberikan persetujuan atas nama klien. Terkadang, klien telah menunjuk pihak yang dimaksud melalui dokumentasi pengacara atau prosedur pengadilan. Pada kondisi darurat yang tidak memungkinkan mengambil persetujuan, maka seorang penyedia layanan kesehatan dapat melakukan prosedur demi kepentingan penyelamatan jika klien tanpa ada persetujuan tersebut. Ia tidak dapat dituntut secara hukum karena pengadilan akan berasumsi bahwa klien ingin ditangani.
Klien psikiatri juga harus memberikan persetujuan. Mereka tetap memiliki hak untuk menolak terapi sampai pengadilan memutuskan bahwa mereka tidak mampu mengambil keputusan sendiri.
                                                                                                                                                              


                                                                                NURSING ADVOKASI

Advokasi menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun.
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting. Defenisi ini hampir sama dengan yang dinyatakan oleh Gadow (1983) bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas menentukan nasibnya sendiri (Priharjo,1995).
Tujuan advokasi:
1)      Membantu agar klien diperlakukan secara manusiawi.
2)      Perawat melindungi klien agar diperlakukan dengan baik dan terpenuhi kebutuhan fisik, emosi dan budaya.
3)      Perawat tidak dapat bertindak secara efektif sebagai advokat apabila tidak ada kerjasama diantara tim.
Advokasi merujuk pada dukungan. Sebagai perawat, kita melakukan advokasi terhadap kesehatan, keamanan, dan hak klien. Kita menjaga hak klien atas privasi fisik dan pemeriksaan. Contoh: kita menggunakan ruangan khusus untuk berdiskusi dengan dokter klien atau penyelenggara pelayanan kesehatan mengenai hasilpemeriksaan diagnostik klien. Sebagai advokat klien, ikuti kebijakan institusi dan prosedur dalam melaporkan kejadian yang tidak kompeten, praktik yang tidak sesuai etika, illegal, atau gangguan praktik yang dilakukan oleh anggota pelayanan kesehatan yang berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan klien.
                Menurut Kohnke dalam KoZier,B et all,. (1998) tindakan seorang advocator adalah menginformasikan dan mendukung secara obyektif, berhati-hati agar tidak bertentangan dengan setuju atau tidak setuju suatu keputusan yang dipilih klien. Seorang advokator menginformasikan hak-hak klien dalam situasi apapun sehingga klien dapat mengambil keputusan sendiri. Fokus peran advokasi perawat adalah menghargai keputusan klien dan meningkatkan otonomi klien. Hak-hak yang dimiliki oleh klien yakni hak untuk memilih nilai-nilai yang sesuai dan penting bagi hidupnya, hak untuk menentukan jenis tindakan yang terbaik untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan dan hak untuk membuang nilai-nilai yang mereka pilih tanpa paksaan dari orang lain.
Peran perawat sebagai advokasi.
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional.
Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain:
Ø  hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi hal-hal berikut:
1)      penyakit yang dideritanya
2)      tindakan medik apa yang hendak dilakukan
3)      kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya
4)      alternatif terapi lain beserta resikonya
5)      prognosis penyakitnya
6)      perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang dideritanya
7)      hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur
8)      hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi
9)      hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh perawat/ tindakan medik sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed consent)
10)   hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
11)   hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
12)   hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang mengganggu pasien lain
13)   hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
14)   hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
15)   hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
16)   hak didampingi perawat keluarga pada saat diperiksa dokter
17)   hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan
18)   hak atas rahasia medic atau hak atas privacy dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
19)   hak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opion), terhadap penyakit yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang menangani
20)   hak untuk mengetahui isi rekam medik ( Kusnanto,2004 ).


















BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Colitis ulseratif merupakan suatu penyakit menahun di usus besar mengalani peradangan dan luka,yang menyebabkan diare berdarah,kram perut dan demam.colitis ulseratif bisa dimulai pada umur berapapun,tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.
Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun factor keturunan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus,diduga berperan dalam terjadinya colitis ulseratif.
Kebanyakan gejala Colitis ulseratif  pada awalnya adalah berupa buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah.
Penyakit Crohn adalah penyakit inflamasi kronis di usus yang ditandai dengan peradangan di semua saluran gastrointestinal. Kelainan ini terutama mengenai lapisan sub mukosa dan usus halus dan usus besar. Penyakit Corhn adalah suatu gangguan radang kronis usus idiopatik yang melibatkan bagian seluruh saluran pencernaan yang mana saja mulai dari mulut sampai anus.


B.      Saran
                penulis menyadari penulisan asuhan keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis mengharapkan asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi kita semua.








DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta:EGC.
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.
Muttaqim, Arif & Kumala Sari. 2012. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Price, A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.